Rabu, 31 Agustus 2016

INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODEL (ISM) UNTUK ANALISIS KENDALA PENGEMBANGAN KOPERASI SYARIAH


Eksistensi lembaga keuangan mikro syariah jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi perspektif syariah terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional.
Hal tersebut di atas menunjukkan peranan koperasi syariah sangat berarti bagi masyarakat karena ia merupakan suatu lembaga mikro syariah yang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah khususnya di bidang permodalan. Koperasi syariah tidak hanya berfungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial.
Namun, keberadaan koperasi syariah dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan lembaga mikro ini untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyak koperasi syariah yang tenggelam dan bubar.
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, apa sajakah kendala dan hambatan yang dihadapi oleh institusi lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia? SMART Consulting melalui desk MicroThink melakukan riset terkait hal ini dengan pendekatan metode Interpretative Structural Model (ISM).
Elemen kendala dalam strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM dijabarkan dalam 9 (sembilan) sub-elemen sebagai berikut: (E1) lemahnya sistem manajemen akuntansi dengan menggunakan IT, (E2) kurangnya dukungan untuk hukum koperasi syariah, (E3) kurangnya SDM koperasi syariah yang profesional, (E4) peningkatan kemiskinan di Indonesia, (E5) tingginya tingkat angka pengangguran, (E6) minimnya akses pembiayaan bagi un-banked moslem people’s need, (E7) tidak adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) pada koperasi syariah, (E8) in-efisiensi biaya operasional, (E9) kurangnya sosialisasi dan promosi koperasi syariah.
Hasil dari pengolahan ISM untuk elemen kendala/permasalahan dapat dilihat pada gambar. Hasilnya menunjukkan urutan tahap kendala/permasalahan dalam penerapan strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM.
Level paling terakhir yakni level 6 merupakan sub-elemen kunci dari elemen kendala, yaitu kurangnya SDM yang professional dan kuranganya dukungan hukum untuk koperasi syariah. Hal ini berarti bahwa kurangnya SDM yang professional dan kurangnya dukungan hukum untuk koperasi syariah memiliki pengaruh paling besar dalam menerapkan strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia.
Permasalahan SDM menjadi permasalahan yang umum sekali dihadapi hampir diseluruh organisasi baik sosial maupun yang profitable. Kualitas dan professionalitas SDM dalam suatu organisasi khususnya pada koperasi syariah dapat berperan penting dalam mengembangkan peran koperasi syariah untuk membiayai UMKM. Maka kedua elemen ini yaitu SDM dan Hukum Koperasi Syariah tidak dapat diabaikan begitu saja, dan harus menjadi prioritas penanganan untuk jangka pendek.

Jumat, 19 Agustus 2016

ISLAMIC MICROFINANCE RESEARCH: A STUDY ON 100 LITERATURES


Peran keuangan mikro syariah menjadi sangat penting dan strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan di negara-negara Islam yang notabene banyak berada dalam kategori negara berkembang. Beragam model institusi keuangan mikro syariah telah berkembang di berbagai negara, termasuk model BMT (Baytul Maal wat Tamwil) yang menjadi ciri khas Indonesia. SMART melalui desk khusus terkait riset keuangan mikro syariah yakni MicroThink, melakukan sebuah ‘literature study on islamic microfinance’.
Kajian dalam penelitian yang dilakukan memfokuskan pada eksplorasi terhadap 100 penelitian up to date terkait keuangan mikro syariah yang telah terpublikasi pada jurnal ilmiah. Ada beberapa isu yang hendak diketahui jawabannya. Umpamanya, berapa persentase riset terkait Islamic microfinance selama 5 tahun terakhir. Bagaimana jenis/tipe penelitian microfinance dan komposisinya. Bagaimana pendekatan penelitian tentang keuangan mikro syariah dikaitkan dengan penggunaan metode penelitian baik kuantitatif, kualitatif maupun mixed.
Penelitian ini menggunakan analisis statistika deskriptif berdasarkan 100 publikasi jurnal terkait Islamic microfinance, baik nasional maupun internasional. Seluruh sampel publikasi jurnal telah terpublikasi 5 tahun terakhir mulai tahun 2011 hingga 2015. Studi hanya memfokuskan secara spesifik terhadap tulisan jurnal bertema keuangan mikro.
Selanjutnya, setelah dilakukan review dan analisis, penelitian terkait keuangan mikro syariah ini dibagi ke dalam 4 (empat) kategori utama yaitu: 1).Manajemen, 2).Keuangan mikro syariah dan kemiskinan, 3).Institusional keuangan mikro serta 4).Syariah perspective. Termasuk ke dalam term institusional adalah kelembagaan, payung hukum dan regulasi tentang Islamic microfinance. Pengklasifikasian ini dibuat berdasarkan penelaahan isi, abstraksi dan keseluruhan penelitian secara umum. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya irisan-irisan kategori dan klasifikasi.
Dari publikasi jurnal 2011-2015 terpilih dalam pengamatan, subjek pembahasan terkait jurnal Islamic microfinance terbanyak yaitu mengenai institusi keuangan mikro syariah sebanyak 38%, kemudian diikuti oleh subjek pembahasan mengenai keuangan mikro syariah dan pengentasan kemiskinan 29%, manajemen Islamic microfinance sebesar 21% dan terakhir terkait Islamic microfinance dari perspektif syariah sejumlah 12%.
Selain itu, perbandingan metode penelitian kuantitatif masih lebih sedikit dibandingkan dengan pendekatan kualitatif. Hal ini menjadi potensi untuk meningkatkan penelitian tentang keuangan mikro syariah dengan menggunakan metode kuantitatif. Seperti kita ketahui, data-data penunjang terkait Islamic microfinance terutama di Indonesia, masih sangat minim. Misal, kita masih belum tahu secara presisif berapa jumlah BMT dan koperasi syariah saat ini yang masih eksis, berapa jumlah pembiayaan yang diberikannya, dan data-data penting lain yang terkait.
Selain riset terkait studi literatur ini, masih banyak hasil penelitian lain terkait keuangan mikro syariah yang telah dilakukan oleh MicroThink selama beberapa tahun ke belakang. 

Rabu, 10 Agustus 2016

ANALISIS SENTIMEN ATAS KEUANGAN MIKRO SYARIAH DI INDONESIA


Setelah mengukur sentimen atas beberapa tema seperti perbankan syariah di Indonesia, zakat, hingga wakaf, kali ini SMART mencoba menghitung sentimen atas lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia. Seperti yang telah diketahui, Sentiment Analysis adalah penelitian yang biasa digunakan untuk mengukur sentimen publik atas suatu tema permasalahan.
Sebagai sumber data, dipilih 60 dokumen spesifik, baik berupa artikel maupun jurnal terkait keuangan mikro syariah di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah tulisan menarik dari Hans Dieter Seibel, seorang pakar keuangan mikro kenamaan dunia. HD Seibel adalah profesor dari University of Cologne Jerman yang banyak menulis dan meneliti tentang tema microfinance. Tools Semantria dipakai sebagai alat bantu pengolahan.
Hasil analisis sentimen terhadap kondisi keuangan mikro syariah di Indonesia memperlihatkan kondisi berikut. Sebanyak 60% menunjukkan sentimen positif. Artinya mayoritas literatur menunjukkan sentimen positif. Sementara itu hanya sebanyak 7% menunjukkan sentimen negatif. Sisanya sebesar 33% menunjukkan sentimen yang netral.
Di Indonesia, potensi keuangan mikro secara umum memang sangat prospektif. Dr. Mohammad Obaidullah, peneliti IRTI IDB bahkan telah berkali-kali datang ke Indonesia untuk meneliti konsep keuangan mikro, termasuk keuangan mikro syariah. Keuangan mikro Indonesia menurutnya menjadi industri bahkan sistem yang mapan dibandingkan negara-negara lain di dunia. Oleh sebab itu, sangat dimungkinkan pada masa mendatang untuk dibangun model keuangan mikro Indonesia agar dapat direplikasi di dunia Internasional.
Di luar studi tentang analisis sentimen ini, ada banyak lagi hasil riset yang dilakukan oleh SMART melalui desk MicroThink terkait tema keuangan mikro syariah di Indonesia. 

MENGEMBANGKAN SDM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH


Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal maupun informal yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis. Lebih khusus, lembaga keuangan mikro syariah bergerak dalam kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip/berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Seiring dengan perkembangan kegiatan usaha syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah misalnya Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) dan Koperasi Syariah, pun mengalami perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Kehadiran Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih dapat menyentuh kalangan bawah (grass root).
Namun seperti sama-sama kita ketahui, tantangan utama dalam pengelolaan lembaga keuangan syariah termasuk di dalamnya keuangan mikro syariah, sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang mumpuni. SDM LKMS diharapkan bukan hanya memiliki pengetahuan dan ketrampilan dibidang keuangan yang baik, namun juga pemahaman syariah yang cukup.
MicroThink, desk khusus di bawah SMART Consulting yang membidangi riset-riset keuangan mikro syariah kemudian melakukan studi terkait pengembangan sumber daya insani lembaga keuangan mikro syariah.
Hasilnya menunjukkan beberapa kriteria penting yang perlu diperhatikan oleh para pelaku keuangan mikro syariah dimanapun. Pertama, kriteria produktivitas. Seperti halnya bank syariah, LKMS dituntut untuk memiliki produktivitas yang tinggi. Tidak hanya karena bentuknya yang relatif kecil lantas kemudian beraktivitas alakadarnya.
Kedua, pemahaman keuangan mikro. Tentu saja, praktisi LKMS wajib memahami konsep-konsep operasional yang berlaku, sehingga keberhasilan pengelolaan LKMS mampu tercapai dengan baik. Selain pemahaman terkait keuangan mikro, pelaku keuangan mikro syariah juga harus paham akad-akad keuangan syariah. Sehingga praktik-praktik yang dijalankan shariah comply, patuh syariah.
Yang terakhir namun tidak kalah penting adalah kriteria 'behaviour' dan skill manajerial yang baik. Perilaku praktisi LKMS mesti mencerminkan sikap dan perilaku muslim yang baik. Di samping itu kemampuan manajerial yang cukup, perlu dimiliki agar jalannya lembaga lebih terpelihara.
Dari perspektif alternatif pengembangan SDM keuangan mikro syariah, ada 3 hal yang penting. Pertama adalah inisiatif dari industri. Perlunya blueprint pengembangan SDM LKMS yang disepakati bersama adalah salah satu hal yang penting. Kedua adalah inisiatif internal. Dari sisi ini, perbaikan-perbaikan dari sisi internal LKMS terkait pengembangan SDM, perlu dilakukan.Yang ketiga adalah inisiatif regulasi, dalam hal ini dukungan Kementerian Koperasi dan UKM. Agar sumber daya insani keuangan mikro syariah naik kelas ke tempat yang lebih tinggi.

Minggu, 07 Agustus 2016

APA TOLAK UKUR KEBERHASILAN KOPERASI SYARIAH?


Koperasi Syariah merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan berdasar prinsip syariah. Keberadaan koperasi syariah dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan lembaga mikro ini untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyak koperasi syariah yang tenggelam dan bubar.
Lantas apa saja tolak ukur kesuksesan LKMS ini? SMART mencoba melakukan riset tentang koperasi syariah dengan pendekatan metode Interpretative Structural Model. Elemen tolak ukur keberhasilan dalam strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM dijabarkan dalam 9 (sembilan) sub-elemen sebagai berikut:
(E1) Transaparansi manajemen akuntansi berbasis IT, (E2) Standarisasi hukum koperasi syariah, (E3) Tingkat SDM koperasi syariah yang profesional, (E4) Peningkatan tingkat pendapatan per kapita dan HDI (Human Development Index), (E5) Penurunan angka pengangguran, (E6) peningkatan jumlah bankable people, (E7) peningkatan praktik syariah di koperasi syariah dan berjalannya peran DPS (Dewan Pengawas Syariah) pada koperasi syariah, (E8) pencapaian efisiensi teknis dan overall, (E9) jumlah sosialisasi dan promosi koperasi syariah.
Hasil dari pengolahan ISM untuk elemen tolak ukur keberhasilan yang dimungkinkan dapat dilihat dibawah ini, dengan rincian sebagai berikut:
Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat dari adanya peningkatan income per capita masyarakat (anggota koperasi) dan peningkatan jumlah SDM professional di koperasi syariah. Salah satu tujuan keberadaan koperasi syariah adalah untuk mensejahterakan anggotanya.
Anggota koperasi syariah pada umumnya adalah masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam hal agunan untuk memperoleh pembiayaan. Sehingga, jika menjadi anggota koperasi syariah, maka anggota dapat melakukan peminjaman dengan akad-akad pembiayaan. Fungsi koperasi syariah untuk mensejahterakan anggota ditandai melalui tercapainya peningkatan income per capita di daerah tersebut, hal ini juga dapat tercermin melalui daya beli masyarakat yang meningkat.
Selain itu, tolak ukur keberhasilan yang paling utama adalah adanya peningkatan jumlah SDM yang professional. Koperasi syariah diharapkan tidak hanya berpuas diri pada jumlah kuantitas anggota saja, namun dapat menjadi salah satu visi koperasi syariah agar anggota tersebut dapat memiliki kualitas baik dari aspek muamalah maupun syariah nya. Sehingga peran koperasi syariah untuk meningkatkan UMKM di Indonesia yang tidak hanya memiliki kapabilitas dalam hal berbisnis namun juga paham secara spiritualitas dapat tercapai.

Jumat, 05 Agustus 2016

PENGEMBANGAN BAITUL MAAL WAT TAMWIIL DI INDONESIA: PENDEKATAN QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM)



Baitul Maal wat Tamwiil (BMT) merupakan lembaga keuangan yang berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Lahirnya lembaga keuangan mikro syariah berupa BMT di Indonesia merupakan salah satu jawaban melihat perkembangan perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat menengah ke atas. Faktanya, BMT telah tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia, khususnya sebagai partner para pengusaha kecil dalam penyediaan modal.


Walaupun tumbuh dengan pesat, namun BMT masih mengalami banyak kendala dalam pengembangannya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh institusi ini baik dari sisi internal maupun eksternal. Penelitian yang dilakukan SMART pada awal 2016 ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam pengembangan BMT di Indonesia, dengan pendekatan metode QSPM, termasuk solusi strategis yang diusulkan.

QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan-strategi lainnya, QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik.

QSPM merupakan alat analisis yang digunakan untuk memutuskan strategi yang akan digunakan berdasarkan kemenarikan alternative-alternatif strategi yang ada. Perhitungan QSPM didasarkan kepada input dari bobot matriks internal eksternal, serta alternatif strategi pada tahap pencocokan.

Pada kerangka perumusan strategi komprehensif, QSPM menggunakan input dari analisis Tahap 1 dan hasil pencocokan dari analisis Tahap 2 untuk menentukan secara objektif di antara alternatif strategi. Yaitu, Matriks EFE SWOT, Matriks IFE, yang membentuk Tahap 1, digabung dengan Matriks SWOT, Matriks SPACE, Matriks IE, dan Matriks Grand Strategy.

Hasilnya seperti tertera pada gambar. Alternatif pertama adalah optimalisasi pendekatan dengan para calon investor meski modal tidak terlalu besar, mengingat minat masyarakat terhadap kegiatan ekonomi syariah sangat besar. Hal ini harus segera dilakukan agar BMT segera berdiri dan secepatnya membantu masyarakat yang membutuhkan dana dalam pengembangan usahanya, terlebih saat ini minat masyarakat terhadap ekonomi syariah sedang baik.

Kedua, peningkatan pemahaman bagi UMKM khususnya mengenai pemanfaatan pembiayaan yang diperoleh dari BMT dari yang tidak mampu menabung hingga mampu menabung. Hal ini membutuhkan peran serta berbagai pihak baik pemerintah, lembaga pendidikan, praktisi, konsultan dan pihak-pihak lainnya dalam mengelola keuangan sehingga dana yang diperoleh dari sumber pembiayaan BMT akan dikelola dengan baik guna memperoleh keuntungan yang maksimal sehingga masyarakat mempunyai saving yang cukup untuk kehidupannya.

Last but not least, peningkatan peran Pemerintah dalam membantu masyarakat untuk mempermudah proses perizinan dalam rangka mendirikan BMT. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat pemodal lebih tertarik untuk mendirikan BMT daripada lembaga keuangan lainnya. saat ini masyarakat sudah banyak mengeluh dengan terlalu banyaknya persyaratan yang harus dilakukan guna mendirikan suatu lembaga keuangan. Semakin banyak persyaratan maka semakin enggan masyarakat untuk mendirikan lembaga keuangan.