Kamis, 21 Juli 2016

BOCR ANP UNTUK PENGEMBANGAN LKMS DI INDONESIA



Lembaga Keuangan Mikro Syariah atau LKMS merupakan lembaga keuangan yang berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Lahirnya lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia merupakan salah satu jawaban melihat perkembangan perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat menengah ke atas. Usaha mikro atau bahkan 'supermikro' masih dianggap unbankable. Faktanya, LKMS telah tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia, khususnya sebagai partner para pengusaha kecil dalam penyediaan modal.

Walaupun tumbuh dengan pesat, namun LKMS masih mengalami banyak kendala dalam pengembangannya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh institusi ini baik dari sisi internal maupun eksternal. Penelitian yang dilakukan SMART Consulting ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam pengembangan LKMS di Indonesia, dengan pendekatan metode BOCR Analytic Network Process (ANP), termasuk solusi strategis yang diusulkan.

Model BOCR ANP adalah salah satu dari 4 model ANP yang biasa diaplikasikan dalam riset manajemen strategis. BOCR kepanjangan dari Benefit Opportunities Cost Risk. Model ANP lain adalah: Model Hierarchy atau lebih dikenal dengan AHP, Model Holarchy, dan Model Jaringan umum.

Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif aspek menunjukkan bahwa aspek technical menjadi aspek prioritas, selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan SDM. Penguraian solusi secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas 1) Pembinaan/ sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh 2) inovasi produk, 3) lokasi strategis, 4) kerjasama dengan LKS lainnya, dan 5) menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi.

Sedangkan prioritas strategi yang dianggap dapat meningkatkan pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari: 1) mengoptimalkan peran pemerintah dalam pendanaan, 2) melakukan koordinasi dengan PINBUK, dan 3) linkage program LKMS-BMT-BPRS-Bank Umum Syariah.

LKMS adalah salah satu alternatif lembaga keuangan syariah yang perlu untuk dikembangkan dalam hegemoni sistem keuangan dan bank saat ini. Seperti diketahui, sebagian kalangan menganggap perbankan syariah juga sebagai bentuk lain kapitalisme.

Minggu, 17 Juli 2016

ISLAMIC GROUP LENDING MODEL: SEBUAH ANALISIS SEM



Program GLM pada umumnya dibangun dengan melibatkan masyarakat yang memiliki kondisi geografis dan budaya yang sama. Kesamaan budaya/peraturan adat dianggap turut berkontribusi dalam menciptakan kondisi yang baik dalam hal bermuamalah terutama terkait dengan pinjam-meminjam. Faktor budaya diukur dengan menggunakan indikator potensi kelompok, pola hubungan antar individu, kerjasama, nilai/norma adat dan agama, dan hubungan yang masing-masing indikator memiliki aspek-aspek pengukuran tersendiri seperti misalnya indikator pola hubungan antar individu diukur dengan aspek saling mengenal, kepercayaan, dan kesamaan aktifitas keseharian. Kondisi karakteristik budaya suatu masyarakat yang baik maka akan turut berkontribusi terhadap sikap dan kepedulian pemerintah dalam menunjang/mendorong program GLM agar terlaksana dengan baik. 

Temuan dilapangan menemukan bahwa anggota kelompok penerima program GLM memiliki hubungan kerjasama yang baik. Hal ini dibuktikan dengan rutinnya mereka mengadakan rapat bulanan serta menghadiri acara-acara yang dilaksanakan terkait dengan program GLM. Di samping itu pula mereka memiliki sikap disiplin dan probem solving yang cukup baik dimana permasalahan yang terjadi selama program berlangsung dipecahkan dengan mencari solusi melalui jalan musyawarah untuk mencapai mufakat. Kondisi masyarakat yang baik tentunya juga akan menambah keyakinan dan semangat pemerintah untuk tetap mendukung program GLM agar berjalan dengan baik dan memfasilitasi melalui modal maupun regulasi/kebijakan. Vipihindrartin (2012) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam program pembiayaan modal sosial yaitu sebagai pembuat kebijakan, serta sebagai penyedia fasilitas dan monitoring. Artinya, sudah seharusnya pemerintah dapat memaksimalkan perannya melalui Badan Keswadayaan Masyarakat terutama dalam hal pendampingan melalui fasilitator kelurahan serta bersinergi dengan kebutuhan kelompok peminjam. 

Karakteristik budaya juga berpengaruh positif terhadap tingkat efektifitas program GLM yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku masyarakat. Sikap/perilaku masyarakat diukur dengan beberapa indikator diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, repayment rate yang baik, cross reporting yang baik, serta penerapan penalty sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan adanya program GLM masyarakat merasakan perbedaan baik dari kondisi ekonomi maupun sosial dari sebelum mengikuti program dan setelah program. Pendapatan masyarakat semakin meningkat setelah mengikuti program GLM, di samping itu juga kehidupan mereka tergolong lebih sejahtera begitupula dengan lingkungan sekitar masyarakat dimana aktifitas perekonomian semakin berjalan dengan lancar. Kono (2007) menyebutkan bahwa repayment rate yang baik dan adanya cross reporting yang baik mengindikasikan efektifnya suatu program modal sosial. Dengan adanya budaya masyarakat yang saling percaya dan lingkungan yang agamis dan dinamis baik secara moral dan spiritual maka dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan atas dana program yang kemungkinan dilakukan oleh anggota kelompok (moral hazard) (Stiglitz (1990), Varian (1990), Banerjee, Besley and Guinnane (1994)). 

Sedangkan peran pemerintah/organisasi berpengaruh negatif terhadap tingkat efektifitas program GLM. Temuan di lapangan mengindikasikan bahwa masyarakat peneriman bantuan modal program GLM belum merasakan sepenuhnya peran pemerintah bagi program ini, terutama dalam hal fasilitas dan modal. Padahal, fasilitas serta modal merupakan aspek utama berjalannya program GLM dengan baik. Di samping itu pula masyarakat belum sepenuhnya paham dengan sistem program GLM ini, hal ini bisa jadi disebabkan oleh minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terkait program GLM. 

Lebih lanjut Vipihindrartin (20012) menyebutkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terkesan formalitas, dengan demikian masih banyak kelompok peminjam yang belum memahami pentingnya program perguliran dana melalui sebuah program kredit mikro. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, memang sudah saatnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan penting dalam mengawas serta mengatur jalannya program-program keuangan baik skala perbankan maupun non-perbankan. Setiawan (2012) lebih lanjut menegaskan bahwa regulasi dan supervisi yang ketat dipandang sangat penting untuk mengurangi risiko krisis yang diakibatkan kelemahan dan kejahatan dalam sektor keuangan (financial sector’s misdeeds) dan agar tidak tercampuradukkan antara kepentingan individualis, politis, dengan kebutuhan masyarakat.

Jumat, 01 Juli 2016

STRATEGI PENGEMBANGAN MODEL PEMBIAYAAN SYARIAH BERBASIS KELOMPOK



Beberapa waktu lalu, SMART telah melakukan riset tentang studi dampak dan strategi pengembangan model pinjaman berbasis kelompok atau lebih dikenal dengan istilah Group Lending Model. Bedanya, penelitian lebih fokus terhadap GLM dengan konsep Islam. 

Penelitian ini ingin melihat bagaimana dampak model pinjaman berbasis kelompok terhadap struktur sosial anggotanya. Penelitian ini juga kemudian akan mengkonfirmasi faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel dengan pendekatan model persamaan struktural. Selanjutnya, penelitian ini mencoba memberikan solusi berupa analisis strategi awal pengembangan Islamic GLM agar lebih efektif dan efisien dengan pendekatan Interpretative Structural Model (ISM).

Level paling bawah yakni perlunya kesetaraan akses dana untuk segala jenis institusi keuangan (Fair Access of Fund) menjadi hal terpenting sebagai pijakan tujuan program GLM ini. Selanjutnya adalah elemen peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok menjadi hal penting selanjutnya, diikuti perlunya keuangan inklusif pada sistem keuangan. 

Khusus pada level 4 di atasnya, terdapat 3 elemen yang relatif sama penting dalam rangka pengembangan GLM yakni: perlunya institusi berupa APEX, sistem rating untuk evaluasi dan penilaian serta pendampingan teknis untuk sustanabilitas model pinjaman berbasis kelompok. 

Elemen selanjutnya dengan dimensi kepentingan yang tidak kalah penting adalah dukungan dan komitmen pemerintah, Fair competition act dan stabilitas perekonomian. Meskipun demikian, elemen-elemen tersebut tetap perlu menjadi strategi yang perlu dilakukan agar hasilnya menjadi lebih integral dan komprehensif.