Kamis, 29 September 2016

INDONESIA SEBAGAI SURGA KEUANGAN MIKRO DUNIA


Ada yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu surga keuangan mikro dunia. Apakah benar pernyataan tersebut? Kali ini Microthink, desk khusus SMART yang banyak melakukan studi terkait keuangan mikro syariah di Indonesia mencoba melakukan riset terkait pemetaan provinsi se-Indonesia berdasarkan jumlah koperasi aktif yang ada. Sayang sekali, data yang tersedia di Kementerian Koperasi dan UKM hanya data koperasi secara umum, tidak spesifik mana yang koperasi syariah dan mana yang tidak.

Lantas, daerah mana saja dengan jumlah koperasi terbanyak? Mana pula kah yang paling minim? Secara umum, daerah-daerah di Indonesia terbagi ke dalam 5 kelompok besar. Kelompok pertama (merah) adalah provinsi dengan jumlah koperasi aktif per Desember 2015 di bawah 1000 koperasi. Ada 6 provinsi yang masuk ke dalamnya, yaitu: Kalimantan Utara (512 koperasi), Maluku Utara (640), Gorontalo (644), Papua Barat (708), Sulawesi Barat (735) dan Provinsi Bangka Belitung (812 koperasi).

Kelompok kedua (oranye) adalah provinsi dengan jumlah koperasi aktif di antara 1000 hingga 3000 unit. Kelompok ini adalah mayoritas yakni sebanyak 15 daerah. Mereka adalah: Kepulauan Riau (1125 koperasi), Sulawesi Tengah (1495), Bengkulu (1709), Papua (1711), dan Kalimantan Selatan (1769). Provinsi lain yang masuk kelompok ini adalah: Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, NTB, DI Yogyakarta, Lampung, Jambi dan Sumatera Barat.

Kelompok ketiga (kuning) adalah provinsi dengan jumlah koperasi aktif di antara 3000 hingga 10.000 unit. Kelompok ini antara lain: Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Banten, Bali, NTT, Kalimantan Timur hingga Sulawesi Selatan.

Kelompok selanjutnya adalah kelompok keempat (hijau muda) adalah provinsi dengan jumlah koperasi aktif di antara 10.000 hingga 20.000 koperasi. Hanya ada 1 provinsi yang masuk ke dalam kelompok ini yaitu Provinsi Jawa Barat dengan jumlah koperasi aktif per Desember 2015 sebanyak 16.855.

Kelompok terakhir adalah provinsi dengan jumlah koperasi aktif berada di atas 20.000 koperasi (hijau tua). Atau provinsi dengan jumlah koperasi aktif terbanyak di banding daerah lain. Ada 2 provinsi yang masuk kelompok terakhir ini. Kedua provinsi itu adalah Jawa Tengah dengan 23.059 koperasi dan Jawa Timur dengan 27.472 koperasi aktif.

Menurut data yang dipublikasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM pada Desember 2015, total koperasi aktif di Indonesia adalah 150.223 koperasi. Jika dirata-rata, maka ada sekitar 4418 koperasi per provinsi. Ini belum ditambah dengan jumlah koperasi yang tidak aktif yang mencapai 62.000 koperasi. Sementara itu jika berbicara volume usaha, total koperasi di Indonesia mengelola transaksi sebanyak Rp 266,13 triliun. Sebuah nilai yang cukup besar tentu. Maka, mungkin saja sah jika Indonesia digolongkan dalam negara dengan keuangan mikro yang berkembang.

Rabu, 31 Agustus 2016

INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODEL (ISM) UNTUK ANALISIS KENDALA PENGEMBANGAN KOPERASI SYARIAH


Eksistensi lembaga keuangan mikro syariah jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi perspektif syariah terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional.
Hal tersebut di atas menunjukkan peranan koperasi syariah sangat berarti bagi masyarakat karena ia merupakan suatu lembaga mikro syariah yang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah khususnya di bidang permodalan. Koperasi syariah tidak hanya berfungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial.
Namun, keberadaan koperasi syariah dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan lembaga mikro ini untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyak koperasi syariah yang tenggelam dan bubar.
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, apa sajakah kendala dan hambatan yang dihadapi oleh institusi lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia? SMART Consulting melalui desk MicroThink melakukan riset terkait hal ini dengan pendekatan metode Interpretative Structural Model (ISM).
Elemen kendala dalam strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM dijabarkan dalam 9 (sembilan) sub-elemen sebagai berikut: (E1) lemahnya sistem manajemen akuntansi dengan menggunakan IT, (E2) kurangnya dukungan untuk hukum koperasi syariah, (E3) kurangnya SDM koperasi syariah yang profesional, (E4) peningkatan kemiskinan di Indonesia, (E5) tingginya tingkat angka pengangguran, (E6) minimnya akses pembiayaan bagi un-banked moslem people’s need, (E7) tidak adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) pada koperasi syariah, (E8) in-efisiensi biaya operasional, (E9) kurangnya sosialisasi dan promosi koperasi syariah.
Hasil dari pengolahan ISM untuk elemen kendala/permasalahan dapat dilihat pada gambar. Hasilnya menunjukkan urutan tahap kendala/permasalahan dalam penerapan strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM.
Level paling terakhir yakni level 6 merupakan sub-elemen kunci dari elemen kendala, yaitu kurangnya SDM yang professional dan kuranganya dukungan hukum untuk koperasi syariah. Hal ini berarti bahwa kurangnya SDM yang professional dan kurangnya dukungan hukum untuk koperasi syariah memiliki pengaruh paling besar dalam menerapkan strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia.
Permasalahan SDM menjadi permasalahan yang umum sekali dihadapi hampir diseluruh organisasi baik sosial maupun yang profitable. Kualitas dan professionalitas SDM dalam suatu organisasi khususnya pada koperasi syariah dapat berperan penting dalam mengembangkan peran koperasi syariah untuk membiayai UMKM. Maka kedua elemen ini yaitu SDM dan Hukum Koperasi Syariah tidak dapat diabaikan begitu saja, dan harus menjadi prioritas penanganan untuk jangka pendek.

Jumat, 19 Agustus 2016

ISLAMIC MICROFINANCE RESEARCH: A STUDY ON 100 LITERATURES


Peran keuangan mikro syariah menjadi sangat penting dan strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan di negara-negara Islam yang notabene banyak berada dalam kategori negara berkembang. Beragam model institusi keuangan mikro syariah telah berkembang di berbagai negara, termasuk model BMT (Baytul Maal wat Tamwil) yang menjadi ciri khas Indonesia. SMART melalui desk khusus terkait riset keuangan mikro syariah yakni MicroThink, melakukan sebuah ‘literature study on islamic microfinance’.
Kajian dalam penelitian yang dilakukan memfokuskan pada eksplorasi terhadap 100 penelitian up to date terkait keuangan mikro syariah yang telah terpublikasi pada jurnal ilmiah. Ada beberapa isu yang hendak diketahui jawabannya. Umpamanya, berapa persentase riset terkait Islamic microfinance selama 5 tahun terakhir. Bagaimana jenis/tipe penelitian microfinance dan komposisinya. Bagaimana pendekatan penelitian tentang keuangan mikro syariah dikaitkan dengan penggunaan metode penelitian baik kuantitatif, kualitatif maupun mixed.
Penelitian ini menggunakan analisis statistika deskriptif berdasarkan 100 publikasi jurnal terkait Islamic microfinance, baik nasional maupun internasional. Seluruh sampel publikasi jurnal telah terpublikasi 5 tahun terakhir mulai tahun 2011 hingga 2015. Studi hanya memfokuskan secara spesifik terhadap tulisan jurnal bertema keuangan mikro.
Selanjutnya, setelah dilakukan review dan analisis, penelitian terkait keuangan mikro syariah ini dibagi ke dalam 4 (empat) kategori utama yaitu: 1).Manajemen, 2).Keuangan mikro syariah dan kemiskinan, 3).Institusional keuangan mikro serta 4).Syariah perspective. Termasuk ke dalam term institusional adalah kelembagaan, payung hukum dan regulasi tentang Islamic microfinance. Pengklasifikasian ini dibuat berdasarkan penelaahan isi, abstraksi dan keseluruhan penelitian secara umum. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya irisan-irisan kategori dan klasifikasi.
Dari publikasi jurnal 2011-2015 terpilih dalam pengamatan, subjek pembahasan terkait jurnal Islamic microfinance terbanyak yaitu mengenai institusi keuangan mikro syariah sebanyak 38%, kemudian diikuti oleh subjek pembahasan mengenai keuangan mikro syariah dan pengentasan kemiskinan 29%, manajemen Islamic microfinance sebesar 21% dan terakhir terkait Islamic microfinance dari perspektif syariah sejumlah 12%.
Selain itu, perbandingan metode penelitian kuantitatif masih lebih sedikit dibandingkan dengan pendekatan kualitatif. Hal ini menjadi potensi untuk meningkatkan penelitian tentang keuangan mikro syariah dengan menggunakan metode kuantitatif. Seperti kita ketahui, data-data penunjang terkait Islamic microfinance terutama di Indonesia, masih sangat minim. Misal, kita masih belum tahu secara presisif berapa jumlah BMT dan koperasi syariah saat ini yang masih eksis, berapa jumlah pembiayaan yang diberikannya, dan data-data penting lain yang terkait.
Selain riset terkait studi literatur ini, masih banyak hasil penelitian lain terkait keuangan mikro syariah yang telah dilakukan oleh MicroThink selama beberapa tahun ke belakang. 

Rabu, 10 Agustus 2016

ANALISIS SENTIMEN ATAS KEUANGAN MIKRO SYARIAH DI INDONESIA


Setelah mengukur sentimen atas beberapa tema seperti perbankan syariah di Indonesia, zakat, hingga wakaf, kali ini SMART mencoba menghitung sentimen atas lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia. Seperti yang telah diketahui, Sentiment Analysis adalah penelitian yang biasa digunakan untuk mengukur sentimen publik atas suatu tema permasalahan.
Sebagai sumber data, dipilih 60 dokumen spesifik, baik berupa artikel maupun jurnal terkait keuangan mikro syariah di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah tulisan menarik dari Hans Dieter Seibel, seorang pakar keuangan mikro kenamaan dunia. HD Seibel adalah profesor dari University of Cologne Jerman yang banyak menulis dan meneliti tentang tema microfinance. Tools Semantria dipakai sebagai alat bantu pengolahan.
Hasil analisis sentimen terhadap kondisi keuangan mikro syariah di Indonesia memperlihatkan kondisi berikut. Sebanyak 60% menunjukkan sentimen positif. Artinya mayoritas literatur menunjukkan sentimen positif. Sementara itu hanya sebanyak 7% menunjukkan sentimen negatif. Sisanya sebesar 33% menunjukkan sentimen yang netral.
Di Indonesia, potensi keuangan mikro secara umum memang sangat prospektif. Dr. Mohammad Obaidullah, peneliti IRTI IDB bahkan telah berkali-kali datang ke Indonesia untuk meneliti konsep keuangan mikro, termasuk keuangan mikro syariah. Keuangan mikro Indonesia menurutnya menjadi industri bahkan sistem yang mapan dibandingkan negara-negara lain di dunia. Oleh sebab itu, sangat dimungkinkan pada masa mendatang untuk dibangun model keuangan mikro Indonesia agar dapat direplikasi di dunia Internasional.
Di luar studi tentang analisis sentimen ini, ada banyak lagi hasil riset yang dilakukan oleh SMART melalui desk MicroThink terkait tema keuangan mikro syariah di Indonesia. 

MENGEMBANGKAN SDM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH


Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah, baik formal, semi formal maupun informal yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis. Lebih khusus, lembaga keuangan mikro syariah bergerak dalam kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip/berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Seiring dengan perkembangan kegiatan usaha syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah misalnya Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) dan Koperasi Syariah, pun mengalami perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun. Kehadiran Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih dapat menyentuh kalangan bawah (grass root).
Namun seperti sama-sama kita ketahui, tantangan utama dalam pengelolaan lembaga keuangan syariah termasuk di dalamnya keuangan mikro syariah, sangat ditentukan oleh kualitas SDM yang mumpuni. SDM LKMS diharapkan bukan hanya memiliki pengetahuan dan ketrampilan dibidang keuangan yang baik, namun juga pemahaman syariah yang cukup.
MicroThink, desk khusus di bawah SMART Consulting yang membidangi riset-riset keuangan mikro syariah kemudian melakukan studi terkait pengembangan sumber daya insani lembaga keuangan mikro syariah.
Hasilnya menunjukkan beberapa kriteria penting yang perlu diperhatikan oleh para pelaku keuangan mikro syariah dimanapun. Pertama, kriteria produktivitas. Seperti halnya bank syariah, LKMS dituntut untuk memiliki produktivitas yang tinggi. Tidak hanya karena bentuknya yang relatif kecil lantas kemudian beraktivitas alakadarnya.
Kedua, pemahaman keuangan mikro. Tentu saja, praktisi LKMS wajib memahami konsep-konsep operasional yang berlaku, sehingga keberhasilan pengelolaan LKMS mampu tercapai dengan baik. Selain pemahaman terkait keuangan mikro, pelaku keuangan mikro syariah juga harus paham akad-akad keuangan syariah. Sehingga praktik-praktik yang dijalankan shariah comply, patuh syariah.
Yang terakhir namun tidak kalah penting adalah kriteria 'behaviour' dan skill manajerial yang baik. Perilaku praktisi LKMS mesti mencerminkan sikap dan perilaku muslim yang baik. Di samping itu kemampuan manajerial yang cukup, perlu dimiliki agar jalannya lembaga lebih terpelihara.
Dari perspektif alternatif pengembangan SDM keuangan mikro syariah, ada 3 hal yang penting. Pertama adalah inisiatif dari industri. Perlunya blueprint pengembangan SDM LKMS yang disepakati bersama adalah salah satu hal yang penting. Kedua adalah inisiatif internal. Dari sisi ini, perbaikan-perbaikan dari sisi internal LKMS terkait pengembangan SDM, perlu dilakukan.Yang ketiga adalah inisiatif regulasi, dalam hal ini dukungan Kementerian Koperasi dan UKM. Agar sumber daya insani keuangan mikro syariah naik kelas ke tempat yang lebih tinggi.

Minggu, 07 Agustus 2016

APA TOLAK UKUR KEBERHASILAN KOPERASI SYARIAH?


Koperasi Syariah merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan berdasar prinsip syariah. Keberadaan koperasi syariah dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan lembaga mikro ini untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyak koperasi syariah yang tenggelam dan bubar.
Lantas apa saja tolak ukur kesuksesan LKMS ini? SMART mencoba melakukan riset tentang koperasi syariah dengan pendekatan metode Interpretative Structural Model. Elemen tolak ukur keberhasilan dalam strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM dijabarkan dalam 9 (sembilan) sub-elemen sebagai berikut:
(E1) Transaparansi manajemen akuntansi berbasis IT, (E2) Standarisasi hukum koperasi syariah, (E3) Tingkat SDM koperasi syariah yang profesional, (E4) Peningkatan tingkat pendapatan per kapita dan HDI (Human Development Index), (E5) Penurunan angka pengangguran, (E6) peningkatan jumlah bankable people, (E7) peningkatan praktik syariah di koperasi syariah dan berjalannya peran DPS (Dewan Pengawas Syariah) pada koperasi syariah, (E8) pencapaian efisiensi teknis dan overall, (E9) jumlah sosialisasi dan promosi koperasi syariah.
Hasil dari pengolahan ISM untuk elemen tolak ukur keberhasilan yang dimungkinkan dapat dilihat dibawah ini, dengan rincian sebagai berikut:
Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat dari adanya peningkatan income per capita masyarakat (anggota koperasi) dan peningkatan jumlah SDM professional di koperasi syariah. Salah satu tujuan keberadaan koperasi syariah adalah untuk mensejahterakan anggotanya.
Anggota koperasi syariah pada umumnya adalah masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam hal agunan untuk memperoleh pembiayaan. Sehingga, jika menjadi anggota koperasi syariah, maka anggota dapat melakukan peminjaman dengan akad-akad pembiayaan. Fungsi koperasi syariah untuk mensejahterakan anggota ditandai melalui tercapainya peningkatan income per capita di daerah tersebut, hal ini juga dapat tercermin melalui daya beli masyarakat yang meningkat.
Selain itu, tolak ukur keberhasilan yang paling utama adalah adanya peningkatan jumlah SDM yang professional. Koperasi syariah diharapkan tidak hanya berpuas diri pada jumlah kuantitas anggota saja, namun dapat menjadi salah satu visi koperasi syariah agar anggota tersebut dapat memiliki kualitas baik dari aspek muamalah maupun syariah nya. Sehingga peran koperasi syariah untuk meningkatkan UMKM di Indonesia yang tidak hanya memiliki kapabilitas dalam hal berbisnis namun juga paham secara spiritualitas dapat tercapai.

Jumat, 05 Agustus 2016

PENGEMBANGAN BAITUL MAAL WAT TAMWIIL DI INDONESIA: PENDEKATAN QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM)



Baitul Maal wat Tamwiil (BMT) merupakan lembaga keuangan yang berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Lahirnya lembaga keuangan mikro syariah berupa BMT di Indonesia merupakan salah satu jawaban melihat perkembangan perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat menengah ke atas. Faktanya, BMT telah tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia, khususnya sebagai partner para pengusaha kecil dalam penyediaan modal.


Walaupun tumbuh dengan pesat, namun BMT masih mengalami banyak kendala dalam pengembangannya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh institusi ini baik dari sisi internal maupun eksternal. Penelitian yang dilakukan SMART pada awal 2016 ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam pengembangan BMT di Indonesia, dengan pendekatan metode QSPM, termasuk solusi strategis yang diusulkan.

QSPM adalah alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan-strategi lainnya, QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik.

QSPM merupakan alat analisis yang digunakan untuk memutuskan strategi yang akan digunakan berdasarkan kemenarikan alternative-alternatif strategi yang ada. Perhitungan QSPM didasarkan kepada input dari bobot matriks internal eksternal, serta alternatif strategi pada tahap pencocokan.

Pada kerangka perumusan strategi komprehensif, QSPM menggunakan input dari analisis Tahap 1 dan hasil pencocokan dari analisis Tahap 2 untuk menentukan secara objektif di antara alternatif strategi. Yaitu, Matriks EFE SWOT, Matriks IFE, yang membentuk Tahap 1, digabung dengan Matriks SWOT, Matriks SPACE, Matriks IE, dan Matriks Grand Strategy.

Hasilnya seperti tertera pada gambar. Alternatif pertama adalah optimalisasi pendekatan dengan para calon investor meski modal tidak terlalu besar, mengingat minat masyarakat terhadap kegiatan ekonomi syariah sangat besar. Hal ini harus segera dilakukan agar BMT segera berdiri dan secepatnya membantu masyarakat yang membutuhkan dana dalam pengembangan usahanya, terlebih saat ini minat masyarakat terhadap ekonomi syariah sedang baik.

Kedua, peningkatan pemahaman bagi UMKM khususnya mengenai pemanfaatan pembiayaan yang diperoleh dari BMT dari yang tidak mampu menabung hingga mampu menabung. Hal ini membutuhkan peran serta berbagai pihak baik pemerintah, lembaga pendidikan, praktisi, konsultan dan pihak-pihak lainnya dalam mengelola keuangan sehingga dana yang diperoleh dari sumber pembiayaan BMT akan dikelola dengan baik guna memperoleh keuntungan yang maksimal sehingga masyarakat mempunyai saving yang cukup untuk kehidupannya.

Last but not least, peningkatan peran Pemerintah dalam membantu masyarakat untuk mempermudah proses perizinan dalam rangka mendirikan BMT. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat pemodal lebih tertarik untuk mendirikan BMT daripada lembaga keuangan lainnya. saat ini masyarakat sudah banyak mengeluh dengan terlalu banyaknya persyaratan yang harus dilakukan guna mendirikan suatu lembaga keuangan. Semakin banyak persyaratan maka semakin enggan masyarakat untuk mendirikan lembaga keuangan.

Kamis, 21 Juli 2016

BOCR ANP UNTUK PENGEMBANGAN LKMS DI INDONESIA



Lembaga Keuangan Mikro Syariah atau LKMS merupakan lembaga keuangan yang berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Lahirnya lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia merupakan salah satu jawaban melihat perkembangan perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat menengah ke atas. Usaha mikro atau bahkan 'supermikro' masih dianggap unbankable. Faktanya, LKMS telah tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia, khususnya sebagai partner para pengusaha kecil dalam penyediaan modal.

Walaupun tumbuh dengan pesat, namun LKMS masih mengalami banyak kendala dalam pengembangannya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh institusi ini baik dari sisi internal maupun eksternal. Penelitian yang dilakukan SMART Consulting ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam pengembangan LKMS di Indonesia, dengan pendekatan metode BOCR Analytic Network Process (ANP), termasuk solusi strategis yang diusulkan.

Model BOCR ANP adalah salah satu dari 4 model ANP yang biasa diaplikasikan dalam riset manajemen strategis. BOCR kepanjangan dari Benefit Opportunities Cost Risk. Model ANP lain adalah: Model Hierarchy atau lebih dikenal dengan AHP, Model Holarchy, dan Model Jaringan umum.

Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif aspek menunjukkan bahwa aspek technical menjadi aspek prioritas, selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan SDM. Penguraian solusi secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas 1) Pembinaan/ sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh 2) inovasi produk, 3) lokasi strategis, 4) kerjasama dengan LKS lainnya, dan 5) menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi.

Sedangkan prioritas strategi yang dianggap dapat meningkatkan pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari: 1) mengoptimalkan peran pemerintah dalam pendanaan, 2) melakukan koordinasi dengan PINBUK, dan 3) linkage program LKMS-BMT-BPRS-Bank Umum Syariah.

LKMS adalah salah satu alternatif lembaga keuangan syariah yang perlu untuk dikembangkan dalam hegemoni sistem keuangan dan bank saat ini. Seperti diketahui, sebagian kalangan menganggap perbankan syariah juga sebagai bentuk lain kapitalisme.

Minggu, 17 Juli 2016

ISLAMIC GROUP LENDING MODEL: SEBUAH ANALISIS SEM



Program GLM pada umumnya dibangun dengan melibatkan masyarakat yang memiliki kondisi geografis dan budaya yang sama. Kesamaan budaya/peraturan adat dianggap turut berkontribusi dalam menciptakan kondisi yang baik dalam hal bermuamalah terutama terkait dengan pinjam-meminjam. Faktor budaya diukur dengan menggunakan indikator potensi kelompok, pola hubungan antar individu, kerjasama, nilai/norma adat dan agama, dan hubungan yang masing-masing indikator memiliki aspek-aspek pengukuran tersendiri seperti misalnya indikator pola hubungan antar individu diukur dengan aspek saling mengenal, kepercayaan, dan kesamaan aktifitas keseharian. Kondisi karakteristik budaya suatu masyarakat yang baik maka akan turut berkontribusi terhadap sikap dan kepedulian pemerintah dalam menunjang/mendorong program GLM agar terlaksana dengan baik. 

Temuan dilapangan menemukan bahwa anggota kelompok penerima program GLM memiliki hubungan kerjasama yang baik. Hal ini dibuktikan dengan rutinnya mereka mengadakan rapat bulanan serta menghadiri acara-acara yang dilaksanakan terkait dengan program GLM. Di samping itu pula mereka memiliki sikap disiplin dan probem solving yang cukup baik dimana permasalahan yang terjadi selama program berlangsung dipecahkan dengan mencari solusi melalui jalan musyawarah untuk mencapai mufakat. Kondisi masyarakat yang baik tentunya juga akan menambah keyakinan dan semangat pemerintah untuk tetap mendukung program GLM agar berjalan dengan baik dan memfasilitasi melalui modal maupun regulasi/kebijakan. Vipihindrartin (2012) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam program pembiayaan modal sosial yaitu sebagai pembuat kebijakan, serta sebagai penyedia fasilitas dan monitoring. Artinya, sudah seharusnya pemerintah dapat memaksimalkan perannya melalui Badan Keswadayaan Masyarakat terutama dalam hal pendampingan melalui fasilitator kelurahan serta bersinergi dengan kebutuhan kelompok peminjam. 

Karakteristik budaya juga berpengaruh positif terhadap tingkat efektifitas program GLM yang dicerminkan melalui sikap dan perilaku masyarakat. Sikap/perilaku masyarakat diukur dengan beberapa indikator diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, repayment rate yang baik, cross reporting yang baik, serta penerapan penalty sesuai dengan aturan yang berlaku. Dengan adanya program GLM masyarakat merasakan perbedaan baik dari kondisi ekonomi maupun sosial dari sebelum mengikuti program dan setelah program. Pendapatan masyarakat semakin meningkat setelah mengikuti program GLM, di samping itu juga kehidupan mereka tergolong lebih sejahtera begitupula dengan lingkungan sekitar masyarakat dimana aktifitas perekonomian semakin berjalan dengan lancar. Kono (2007) menyebutkan bahwa repayment rate yang baik dan adanya cross reporting yang baik mengindikasikan efektifnya suatu program modal sosial. Dengan adanya budaya masyarakat yang saling percaya dan lingkungan yang agamis dan dinamis baik secara moral dan spiritual maka dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan-penyimpangan atas dana program yang kemungkinan dilakukan oleh anggota kelompok (moral hazard) (Stiglitz (1990), Varian (1990), Banerjee, Besley and Guinnane (1994)). 

Sedangkan peran pemerintah/organisasi berpengaruh negatif terhadap tingkat efektifitas program GLM. Temuan di lapangan mengindikasikan bahwa masyarakat peneriman bantuan modal program GLM belum merasakan sepenuhnya peran pemerintah bagi program ini, terutama dalam hal fasilitas dan modal. Padahal, fasilitas serta modal merupakan aspek utama berjalannya program GLM dengan baik. Di samping itu pula masyarakat belum sepenuhnya paham dengan sistem program GLM ini, hal ini bisa jadi disebabkan oleh minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terkait program GLM. 

Lebih lanjut Vipihindrartin (20012) menyebutkan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terkesan formalitas, dengan demikian masih banyak kelompok peminjam yang belum memahami pentingnya program perguliran dana melalui sebuah program kredit mikro. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, memang sudah saatnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berperan penting dalam mengawas serta mengatur jalannya program-program keuangan baik skala perbankan maupun non-perbankan. Setiawan (2012) lebih lanjut menegaskan bahwa regulasi dan supervisi yang ketat dipandang sangat penting untuk mengurangi risiko krisis yang diakibatkan kelemahan dan kejahatan dalam sektor keuangan (financial sector’s misdeeds) dan agar tidak tercampuradukkan antara kepentingan individualis, politis, dengan kebutuhan masyarakat.

Jumat, 01 Juli 2016

STRATEGI PENGEMBANGAN MODEL PEMBIAYAAN SYARIAH BERBASIS KELOMPOK



Beberapa waktu lalu, SMART telah melakukan riset tentang studi dampak dan strategi pengembangan model pinjaman berbasis kelompok atau lebih dikenal dengan istilah Group Lending Model. Bedanya, penelitian lebih fokus terhadap GLM dengan konsep Islam. 

Penelitian ini ingin melihat bagaimana dampak model pinjaman berbasis kelompok terhadap struktur sosial anggotanya. Penelitian ini juga kemudian akan mengkonfirmasi faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel dengan pendekatan model persamaan struktural. Selanjutnya, penelitian ini mencoba memberikan solusi berupa analisis strategi awal pengembangan Islamic GLM agar lebih efektif dan efisien dengan pendekatan Interpretative Structural Model (ISM).

Level paling bawah yakni perlunya kesetaraan akses dana untuk segala jenis institusi keuangan (Fair Access of Fund) menjadi hal terpenting sebagai pijakan tujuan program GLM ini. Selanjutnya adalah elemen peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok menjadi hal penting selanjutnya, diikuti perlunya keuangan inklusif pada sistem keuangan. 

Khusus pada level 4 di atasnya, terdapat 3 elemen yang relatif sama penting dalam rangka pengembangan GLM yakni: perlunya institusi berupa APEX, sistem rating untuk evaluasi dan penilaian serta pendampingan teknis untuk sustanabilitas model pinjaman berbasis kelompok. 

Elemen selanjutnya dengan dimensi kepentingan yang tidak kalah penting adalah dukungan dan komitmen pemerintah, Fair competition act dan stabilitas perekonomian. Meskipun demikian, elemen-elemen tersebut tetap perlu menjadi strategi yang perlu dilakukan agar hasilnya menjadi lebih integral dan komprehensif.

Selasa, 21 Juni 2016

ISLAMIC GROUP LENDING AND FINANCIAL INCLUSION


Abstract Based on measurements of several indicators including the level of community participation, community empowerment, repayment rate was good, cross reporting good, and the application of penalties in accordance with the applicable rules, the results show that with the program GLM people feel the difference in economic condition and social than before and after the program. This is a major discovery is valuable. The development strategy for the program GLM is divided into seven levels with the elements most important include: The need for equality of access to funds for all types of financial institutions, both banking and lending model-based group, the need to improve the quality of human resources as a pioneer of service models based lending group this, as well as the importance of financial inclusion in the entire financial system. Keywords: Group Lending Model; Financial Inclusion; SEM; ISM; Islamic Empowerment 

Abstrak. Penelitian ini akan mencoba melihat bentuk model pinjaman berbasis kelompok (Group Lending Model) dan bagaimana dampaknya terhadap struktur sosial anggotanya. Penelitian ini juga mencoba memberikan solusi berupa analisis strategi awal pengembangan Islamic GLM agar lebih efektif dan efisien. Metode yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM) dan Interpretaive Structural Modeling. Berdasarkan pengukuran beberapa indikator diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, repayment rate yang baik, cross reporting yang baik, serta penerapan penalty sesuai dengan aturan yang berlaku, hasilnya menunjukkan bahwa dengan adanya program GLM masyarakat merasakan perbedaan baik dari kondisi ekonomi maupun sosial dari sebelum dan setelah mengikuti program. Ini menjadi temuan penting yang berharga. Adapun strategi pengembangan untuk program GLM ini terbagi menjadi 7 level dengan elemen-elemen terpentingnya antara lain: Perlunya kesetaraan akses dana untuk segala jenis institusi keuangan, baik perbankan maupun model pinjaman berbasis kelompok, Perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok ini, serta Pentingnya keuangan inklusif pada seluruh sistem keuangan. Kata Kunci: Model Group Lending;Inklusi Keuangan; SEM; ISM; Permberdayaan Islam 
[Jurnal Signifikan Vol 5 No 1, 2016]

MATRIKS IFAS-EFAS LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH


Pada tahun 2016 ini, SMART Consulting melakukan riset terkait strategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia. Penelitian ini penting dilakukan mengingat keberadaan LKMS yang lebih "pro poor" dan menyentuh UKM yang unbankable 'compare to' lembaga keuangan lain. Jika pada tahun sebelumnya, metode yang digunakan adalah ANP, maka pada penelitian kali ini menggunakan pendekatan IFAS-EFAS, Kuadran Matriks lalu dilanjutkan dengan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).

Setelah melalui tahap awal dan mendapatkan faktor-faktor strategis dalam pengembangan LKMS, selanjutnya kita dapat melihat kuadran IFE-EFE untuk menentukan penilaian LKMS di Indonesia. Penilaian hasil evaluasi faktor internal (IFE) adalah sebesar 3,011 dan faktor eksternal adalah sebesar 3,382. Nilai ini berada pada kuadran I yaitu “tumbuh dan kembangkan”. Keberadaan LKMS pada fase ini menunjukkan bahwa keberadaan LKMS di Indonesia sedang mengalami tahap pertumbuhan dan harus dikembangkan karena mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Keberadaan faktor-faktor internal dan eksternal pada dasarnya menjadi dukungan yang sangat besar bagi LKMS.

Masing-masing komponen SWOT pada kuadran IFE-EFE diberikan bobot dan rating. Bobot diperoleh dari nilai rotasi faktor yang dikalikan dengan nilai varian (eigenvalue). Sedangkan rating diperoleh dari hasil penilaian terhadap variabel-variabel yang diuji. Hasil pembobotan dan penilaian selanjutnya dijumlahkan untuk masing-masing komponen SWOT kemudian dicari selisih antara komponen internal (S dan W), dan selisih antara komponen eksternal (O dan T). Selisih komponen internal kemudian menjadi nilai sumbu x (nilai=0,44), dan hasil selisih komponen eksternal selanjutnya menjadi nilai sumbu y (nilai=0,35), sehingga pada kuadran IFE-EFE didapatkan posisi concentric pada kuadran IVA. 

Berdasarkan hasil penghitungan diketahui bahwa LKMS di Indonesia berada pada Kuadran IVA dengan strategi diversifikasi konsentrasi (Concentric diversification strategy). Pada kuadran tersebut, keberadaan LKMS menunjukkan mempunyai kekuatan yang sangat baik dalam lingkungan eksternal, namun bahayanya adalah ancaman yang dihadapi ternyata lebih besar dari kekuatan yang dimiliki. Oleh karena itu LKMS harus lebih waspada terhadap keberadaan lingkungan sekitar (misal persaingan dengan LK lain) karena jika tidak memanfaatkan dan mengatur kekuatan yang dimiliki maka perkembangan LKMS akan terhambat.

SMART Consulting adalah satu dari sangat sedikit lembaga riset dan konsultasi yang fokus melakukan penelitian dan training terkait riset ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Sejak 2012, SMART berpayung hukum CV SMART Corpora dan PT Amanah Muamalah Indonesia serta terbuka untuk bekerjasama dengan industri keuangan syariah, institusi akademis dan pihak lainnya.

[EBOOK] STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH: Analisis Solusi & Strategi dengan Metode Analytical Network Process (ANP)


Selasa, 31 Mei 2016

BUKU FIKIH PEMBERDAYAAN


Pengkajian kata Tamkin dibandingkan kata Empowerment atau Pemberdayaan bukan tanpa alasan. Kajian konsep tentang Tamkin (pemberdayaan) di dalam buku ini berkesimpulan bahwa penggunaan kata Tamkin lebih tepat dan epistemik (what we know and how we know) dibandingkan kata Empowerment atau Pemberdayaan. 

Jika berhenti pada kerangka "what we know" (definisi), kata Tamkin, Pemberdayaan dan Empowerment mungkin masih bisa dikaitkan satu sama Iain. Namun jika ditingkatkan pada pertanyaan "how we know“ (apa dan bagaimana melakukan pemberdayaan) dalam kerangka epistemologis, maka dua kata yang disebut terakhir lemah dari sisi kerangka paradigmatiknya.

Sementara kata Tamkin memiliki akar kata yang kuat dalam AI-Quran dan secara praktis dicontohkan oleh Rasulullah sang pembawa risalah melalui fase Mekkah dan fase Madinah. Apa itu Tamkin dan bagaimana cara kerja Tamkin itu berproses serta relevansinya dengan konsep Modal Sosial (Social Capital) dan Khairu Ummah bisa "berguru" kepada AI-Quran maupun sunnah Rasulullah saw melalui buku ini yang dibahas dengan pendekatan akademis dan praktis. 

Rabu, 25 Mei 2016

MENCARI SOLUSI PENGEMBANGAN BAITUL MAAL WAT-TAMWIIL (BMT) DI INDONESIA


BMT merupakan lembaga keuangan yang berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Lahirnya BMT di Indonesia merupakan salah satu jawaban melihat perkembangan perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat menengah ke atas. Faktanya, BMT telah tumbuh menjadi alternatif pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia, khususnya sebagai partner para pengusaha kecil dalam penyediaan modal. Walaupun tumbuh dengan pesat, namun lembaga Baitul Maal dan Tamwil masih mengalami banyak kendala dalam pengembangannya. Masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh BMT baik dari sisi internal maupun eksternal. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan menjadi hambatan dalam pengembangan BMT di Indonesia, dengan pendekatan metode Analytic Network Process (ANP). 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam pengembangan BMT di Indonesia terdiri dari 4 aspek penting yaitu: SDM, teknikal, aspek legal/struktural, dan asapek pasar/komunal. Penguraian aspek masalah secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas: 1) Kurangnya dukungan hukum; 2) Pengawasan dan pembinaan yang lemah; 3) Tidak adanya lembaga penjamin simpanan (LPS); 4) Lemahnya pemahaman SDM dan 5) Persaingan. Adapun tingkat kesesuaian atau persetujuan antar responden berdasarkan Kendall’s coefficient menunjukkan nilai koefisien Kendall’s (W) yang relatif besar yakni antara 0,592-0,742. Hal ini menunjukkan bahwa antara praktisi dan pakar relatif sepaham dalam pendapatnya terkait mencari masalah dan solusi pengembangan BMT di Indonesia.

BMT (Baitul Maal Wat tamwil) is oriented to increase the welfare of members and society. The enactment of BMT in Indonesia is one of the best looking at the development of Islamic banking which are still centered over the middle to the society. In fact, BMT has grown into an alternative recovery condition of the economy in Indonesia, especially small entrepreneurs as a partner in the provision of capital. Though growing rapidly, BMT are still encounter many obstacles in its development. This study tries to identify the dominant factors become obstacles in the development of BMT in Indonesia using Analytic Network Process (ANP). The results show that main problem can divided into four aspects, namely Human Resource, Technical, Legally and Structural, and Market/Communal. The overall problem decomposition show priorities result, they are: 1) the lack of legal support; 2) the weak of supervision and coaching; 3) the absence of LPS; 4) Lack of Human Resource understanding; and 5) competition. The level of agreement based on Kendall’s coefficient indicates the value of Kendall’s (W) is between 0.592-0.742. It showed that between practitioners and experts relatively dissents in their opinion related to problems and solutions identifying of BMT development in Indonesia.

Keywords : BMT, Islamic Microfinance, ANP

Selasa, 17 Mei 2016

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN A LA GRAMEEN: PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM


Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah dengan pemberian akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Kecil dan Mikro (UKM) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan bank maupun lembaga mikro. Lembaga keuangan mikro yang saat ini sedang fenomenal adalah Grameen Bank (GB) yang diprakarsa Muhammad Yunus di Bangladesh. Setelah Yunus mendapat Nobel Perdamaian dari PBB, Grameen kemudian mendunia.

Penelitian yang dilakukan SMART ini mencoba untuk menelisik lebih jauh tentang Model Pemberdayaan Masyarakat Grameen, dampak positif-negatif hingga pandangan Ekonomi Islam tentangnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sisi positif GB nampak jelas terlihat, meski beberapa hal tidak sejalan dengan prinsip ekonomi Islam: bunga yang relatif tinggi dan womensentris.  

Setelah dicermati secara seksama, maka dari kajian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan pokok yang penting, yakni: Bahwa pemberdayaan adalah suatu hal utama yang pokok dan mesti dilakukan oleh siapapun, tak terkecuali. Pemberdayaan sangat lekat dengan ‘term’ kemiskinan dan oleh karenanya kita perlu berupaya memberdayakan masyarakat agar terjauh dari bala ‘miskin’.

Grameen yang fenomenal itu, sedikit-banyak pada beberapa hal memiliki kesesuaian dengan prinsip-prinsip yang Islam promosikan: kegigihan berusaha, kemandirian, kerja keras, kepedulian terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebersihan lingkungan, dorongan untuk berbuat adil dan membantu sesama, disiplin, kegotongroyongan, dan dorongan wirausaha.

Meskipun demikian, ada beberapa hal yang Islam garis bawahi untuk dikritisi, seperti masalah bunga yang masih relatif tinggi, womensentris dan kekurangidealan bentuk kelembagaan. Sebagai saran untuk penelitian selanjutnya, nampaknya perlu dilakukan telaahan yang lebih mendalam terkait dampak riil institusi Grameen bukan hanya an sich ekonomi, namun juga sosial, ideologi hingga hankam.